Ketentuan Upah Bagi Pekerja Menurut UU Cipta Kerja
Nuansamedianews.com - Ketentuan Upah bagi seseorang pekerja/buruh yang bekerja untuk suatu perusahaan atau instansi baik sebagai pekerja kontrak maupun pekerja tetap berhak atas suatu bayaran berupa uang atas hasil kerja yang telah mereka lakukan untuk perusahaan tersebut. Bayaran berupa uang ini kita kenal sebagai upah. Upah sendiri telah diatur dalam Undang-undang.
Diantaranya dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan dan kemudian aturan terkait upah ini sendiri mendapati perubahan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang.
UU Cipta Kerja sendiri merupakan undang-undang yang bertujuan untuk meningkatkan investasi, lapangan kerja, dan daya saing ekonomi Indonesia. UU ini mengubah sejumlah ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan, termasuk yang berkaitan dengan pengupahan. Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang ketentuan upah bagi pekerja dalam UU Cipta Kerja, perbedaannya dengan UU Ketenaga kerjaan, dan dampaknya bagi pekerja dan pengusaha.
Upah Minimum.
Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja. Upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenaga kerjaan yang menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Upah minimum bertujuan untuk melindungi pekerja dari upah yang tidak layak dan untuk mendorong produktivitas dan kesejahteraan pekerja.
Dalam UU Cipta Kerja, terdapat dua jenis upah minimum, yaitu Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). UMP ditetapkan oleh pemerintah pusat setiap tahun, sedangkan UMK ditetapkan oleh gubernur jika hasil penghitungan UMK lebih tinggi dari UMP. Formula penghitungan upah minimum mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
Perbedaan utama antara UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan dalam hal upah minimum adalah sebagai berikut:
1. Dalam UU Ketenagakerjaan, terdapat empat jenis upah minimum, yaitu Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), UMP, dan UMK. UMSP dan UMSK ditetapkan berdasarkan sektor industri tertentu yang memiliki kemampuan membayar lebih tinggi dari upah minimum umum.
2. Dalam UU Ketenagakerjaan, formula penghitungan upah minimum hanya memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Dalam UU Cipta Kerja, formula penghitungan upah minimum juga memasukkan indeks tertentu yang menggambarkan kondisi sosial ekonomi pekerja.
3. Dalam UU Ketenagakerjaan, komponen hidup layak menjadi acuan dalam penetapan upah minimum. Komponen hidup layak adalah kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya yang meliputi makanan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi. Dalam UU Cipta Kerja, komponen hidup layak tidak dimasukkan dalam formula penghitungan upah minimum.
Dampak dari perubahan ketentuan upah minimum dalam UU Cipta Kerja bagi pekerja dan pengusaha adalah sebagai berikut:
Bagi pekerja, perubahan ketentuan upah minimum dapat berdampak positif atau negatif tergantung pada besaran kenaikan atau penurunan upah minimum setiap tahun. Jika upah minimum naik lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi atau inflasi, maka pekerja dapat menikmati kenaikan daya beli dan kesejahteraan.
Namun, jika upah minimum turun atau stagnan akibat kondisi ekonomi yang lesu atau indeks tertentu yang rendah, maka pekerja dapat mengalami penurunan daya beli dan kesejahteraan.
Bagi pengusaha, perubahan ketentuan upah minimum dapat berdampak positif atau negatif tergantung pada kemampuan membayar dan produktivitas pekerja. Jika upah minimum sesuai dengan kemampuan membayar dan produktivitas pekerja, maka pengusaha dapat menjaga kinerja keuangan dan daya saing usaha.
Namun, jika upah minimum terlalu tinggi atau terlalu rendah dari kemampuan membayar dan produktivitas pekerja, maka pengusaha dapat mengalami kerugian, PHK, atau penutupan usaha.
Struktur dan Skala Upah.
Struktur dan skala upah merupakan bentuk dari suatu penentuan besaran upah berdasarkan jabatan, kualifikasi, kompetensi, masa kerja, dan kinerja pekerja. Struktur dan skala upah bertujuan untuk memberikan keadilan dan kesetaraan dalam pengupahan serta untuk mendorong motivasi dan loyalitas pekerja.
Dalam UU Cipta Kerja, terdapat beberapa ketentuan baru mengenai struktur dan skala upah, yaitu sebagai berikut:
Pengusaha wajib menetapkan struktur dan skala upah secara tertulis dengan memperhatikan jenis usaha, klasifikasi pekerjaan, kualifikasi pekerja, kompetensi pekerja, masa kerja, kinerja pekerja, dan kondisi usaha.
Pengusaha wajib menetapkan struktur dan skala upah dengan melibatkan serikat pekerja atau perwakilan pekerja.
Pengusaha wajib menyesuaikan struktur dan skala upah setiap dua tahun sekali atau sesuai dengan perjanjian kerja bersama.
Pengusaha wajib memberitahukan struktur dan skala upah kepada pekerja sebelum menandatangani perjanjian kerja.
Perbedaan antara UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan dalam hal struktur dan skala upah adalah sebagai berikut:
Dalam UU Ketenagakerjaan, pengusaha tidak wajib menetapkan struktur dan skala upah secara tertulis. Pengusaha hanya wajib membayar upah sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Dalam UU Ketenagakerjaan, pengusaha tidak wajib melibatkan serikat pekerja atau perwakilan pekerja dalam penetapan struktur dan skala upah. Pengusaha hanya wajib memberitahu serikat pekerja atau perwakilan pekerja tentang struktur dan skala upah yang telah ditetapkan.
Dalam UU Ketenagakerjaan, pengusaha tidak wajib menyesuaikan struktur dan skala upah setiap dua tahun sekali. Pengusaha hanya wajib menyesuaikan struktur dan skala upah jika terjadi perubahan jabatan, kualifikasi, kompetensi, masa kerja, atau kinerja pekerja.
Dampak dari perubahan ketentuan struktur dan skala upah dalam UU Cipta Kerja bagi pekerja dan pengusaha adalah sebagai berikut:
Bagi pekerja, perubahan ketentuan struktur dan skala upah dapat berdampak positif karena dapat memberikan kejelasan, kepastian, dan keadilan dalam pengupahan. Pekerja dapat mengetahui besaran upah yang sesuai dengan posisi, kualifikasi, kompetensi, masa kerja, dan kinerja mereka. Pekerja juga dapat terlibat dalam proses penetapan struktur dan skala upah melalui serikat pekerja atau perwakilan pekerja.
Bagi pengusaha, perubahan ketentuan struktur dan skala upah dapat berdampak negatif atau positif tergantung pada kemampuan membayar dan produktivitas pekerja. Jika pengusaha mampu membayar upah yang sesuai dengan struktur dan skala upah yang ditetapkan, maka pengusaha dapat menjaga hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.
Namun, jika pengusaha tidak mampu membayar upah yang sesuai dengan struktur dan skala upah yang ditetapkan, maka pengusaha dapat mengalami kesulitan keuangan atau konflik dengan pekerja.
Upah Kerja Lembur.
Upah kerja lembur merupakan tambahan upah yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja yang bekerja di luar jam kerja normal. Upah kerja lembur bertujuan untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang bekerja lebih keras atau lebih lama dari biasanya. Hal ini merupakan bentuk perlindungan hak bagi para pekerja agar tak dieksploitasi.
Dalam UU Cipta Kerja, terdapat beberapa ketentuan baru mengenai upah kerja lembur, yaitu sebagai berikut:
Pengusaha wajib membayar tambahan upah kerja lembur oleh pengusaha kepada pekerja yang bekerja lembur dengan besaran sebagai berikut:
Untuk satu jam pertama, tambahan upah kerja lembur sebesar 1/173 (satu per seratus tujuh puluh tiga) dari upah bulanan.
Untuk satu jam kedua, tambahan upah kerja lembur sebesar 1/173 (satu per seratus tujuh puluh tiga) dari upah bulanan ditambah 25% (dua puluh lima persen).
Untuk satu jam ketiga dan seterusnya, tambahan upah kerja lembur sebesar 1/173 (satu per seratus tujuh puluh tiga) dari upah bulanan ditambah 50% (lima puluh persen).
Pengusaha wajib membayar tambahan upah kerja lembur paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
Pengusaha wajib memberikan istirahat kepada pekerja yang bekerja lembur dengan durasi sebagai berikut:
Untuk pekerja yang bekerja lembur selama satu jam, istirahat selama 15 menit.
Untuk pekerja yang bekerja lembur selama dua jam, istirahat selama 30 menit.
Untuk pekerja yang bekerja lembur selama tiga jam atau lebih, istirahat selama 45 menit.
Pengusaha wajib mendapatkan persetujuan tertulis dari pekerja yang bersangkutan sebelum memerintahkan pekerja untuk bekerja lembur.
Perbedaan antara UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan dalam hal upah kerja lembur adalah sebagai berikut:
Dalam UU Ketenagakerjaan, pengusaha wajib membayar tambahan upah kerja lembur dengan besaran sebagai berikut:
Untuk satu jam pertama, tambahan upah kerja lembur sebesar 1/173 (satu per seratus tujuh puluh tiga) dari upah bulanan.
Untuk satu jam kedua, tambahan upah kerja lembur sebesar 2/173 (dua per seratus tujuh puluh tiga) dari upah bulanan.
Untuk satu jam ketiga dan seterusnya, tambahan upah kerja lembur sebesar 3/173 (tiga per seratus tujuh puluh tiga) dari upah bulanan.
Dalam UU Ketenagakerjaan, pengusaha wajib membayar tambahan upah kerja lembur paling lambat pada akhir bulan yang sama.
Dalam UU Ketenagakerjaan, pengusaha wajib memberikan istirahat kepada pekerja yang bekerja lembur dengan durasi sebagai berikut:
Untuk pekerja yang bekerja lembur selama satu jam, istirahat selama 10 menit.
Untuk pekerja yang bekerja lembur selama dua jam, istirahat selama 20 menit.
Untuk pekerja yang bekerja lembur selama tiga jam atau lebih, istirahat selama 30 menit.
Dalam UU Ketenagakerjaan, pengusaha wajib mendapatkan persetujuan tertulis dari serikat pekerja atau perwakilan pekerja sebelum memerintahkan pekerja untuk bekerja lembur.
Dampak dari perubahan ketentuan upah kerja lembur dalam UU Cipta Kerja bagi pekerja dan pengusaha adalah sebagai berikut:
Bagi pekerja, perubahan ketentuan upah kerja lembur dapat berdampak negatif atau positif tergantung pada jumlah jam kerja lembur dan besaran tambahan upah kerja lembur. Jika pekerja bekerja lembur lebih dari dua jam, maka pekerja dapat mendapatkan tambahan upah kerja lembur yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Namun, jika pekerja bekerja lembur kurang dari dua jam, maka pekerja dapat mendapatkan tambahan upah kerja lembur yang lebih rendah dari sebelumnya. Pekerja juga dapat mendapatkan istirahat yang lebih lama jika bekerja lembur. Pekerja juga dapat memberikan persetujuan atau penolakan secara langsung kepada pengusaha jika diminta untuk bekerja lembur.
Bagi pengusaha, perubahan ketentuan upah kerja lembur dapat berdampak negatif atau positif tergantung pada kebutuhan dan kemampuan membayar upah kerja lembur. Jika pengusaha membutuhkan pekerja untuk bekerja lembur lebih dari dua jam, maka pengusaha harus membayar tambahan upah kerja lembur yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Namun, jika pengusaha membutuhkan pekerja untuk bekerja lembur kurang dari dua jam, maka pengusaha dapat membayar tambahan upah kerja lembur yang lebih rendah dari sebelumnya. Pengusaha juga harus memberikan istirahat yang lebih lama kepada pekerja yang bekerja lembur.
Pengusaha juga harus mendapatkan persetujuan tertulis dari pekerja yang bersangkutan sebelum memerintahkan pekerja untuk bekerja lembur.
Editor:(Marthagon)
Source (heylaw.id)
Posting Komentar